"Sesungguhnya setiap jiwa pasti akan merasakan kematian."
[QS. Ali Imran (3): 185]
Setelah menyolatkan jenazah istri Pak Farid, aku bergegas pulang. Aku minta tolong temanku Fauzan untuk mengantarkanku ke SMPIT ABY. Waktu itu aku disuruh menunggu adikku Amin dan nantinya kami akan pulang bareng Abi (=ayah, bro). Abi mau ke Bandung. Rencananya, setelah mengantar Amin ke rumah, aku mengantar Abi ke Bandara Adisucipto.
Setelah salaman dengan Abi, pamitan, aku dimintai tolong untuk membelikan obat buat nenek yang sedang sakit. Resep obat itu seharusnya ada di rumah nenek di Celeban Baru. Abi entah lupa atau memang ga punya resepnya tuh ya.
Sesampainya di rumah nenek, kulihat beliau sedang terbaring lemah di atas dipan di ruang tengah. Nafasnya sesak dan sesekali terdengar seperti berbicara, tapi kurang jelas terdengar olehku kata-katanya. Tak lupa aku bertanya ke Bulik tentang resep obat nenek. Dijawabnya, entah waktu itu lupa atau hilang, pokoknya besok saja mencari obatnya di apotek yang resepnya bisa tanya dokter atau apotek, begitu seingatku. Hmm, baiklah.. kalau begitu aku pulang saja ke kosan. Aku pun pamit kepada Bulik dan mengendarai motor ke kosan.
Innalillahi wainna ilaihi raji'un.
Sekitar tengah malam ke dini hari, aku diSMS oleh Ummi (=ibu, bro). Ternyata malam itu kurang lebih pada pukul 21.30 WIB nenekku melanjutkan tidur menuju fase yang lebih panjang. Saat dimana ruh meninggalkan jasadnya di dunia.
Ya Allah, baru tadi malam aku melihatnya terbaring di atas kasur, lalu beberapa saat kemudian aku dapat kabar kalau nenek meninggal dunia.
Begitulah kematian, siapa yang tahu kapan datangnya? Karena itulah, siapa pun kita, bagaimana pun backround kita, kapan pun dan di mana pun itu, marilah kita mempersiapkan untuk 'waktu itu.' Pada dasarnya kita hanya menungu giliran saja. [2]
-N
0 komentar:
Posting Komentar